
Di Indonesia
keberadaan perjanjian pranikah ini belumlah terlalu popular. Banyak yang
beranggapan bahwa perjanjian pranikah ini terlalu bersifat keduniawian
sehingga tidak sepantasnya digabungkan dengan pernikahan yang sangat sakral.
Padahal hukum positif kita sudah mengaturnya sejak lama.
Perjanjian pranikah
sudah dapat kita temukan dalam Pasal 139 Bab VII – Perjanjian Kawin KUHPerdata,
disebutkan bahwa :
“Para calon suami-istri, dengan perjanjian kawin dapat menyimpang dari peraturan undang-undang mengenai harta-bersama, asalkan hal itu tidak bertentangan dengan tata-susila yang baik atau dengan tata-tertib umum, dan diindahkan pula ketentuan-ketentuan berikut”
Sangat terlihat bahwa penekanan isi dari perjanjian
pranikah adalah kekayaan. Kemudian diatur kembali dalam UU no 1 tahun 1974 tentang
Perkawinan dimana cangkupan isi perjanjian pranikah menjadi lebih luas yaitu
pada Pasal 29 ayat (1) Bab V tentang Perjanjian Perkawinan menyebutkan bahwa :
“Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan kedua belah pihak atas persetujuan bersama dapat mengajukan perjanjian tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga tersangkut”.
Pada umumnya isi
dari perjanjian pranikah memang menyangkut harta benda, termasuk pembagian
harta bila terjadi perceraian. Apabila tidak memiliki perjanjian pranikah maka
saat terjadi perceraian, sesuai dengan Pasal 35 UU nomor 1 tahun 1974 tentang
perkawinan, harta yang diperoleh setelah perkawinan akan dibagi dua, karena
masuk kategori harta bersama.
Selain menyangkut
harta, dalam perjanjian pranikah juga bisa disertakan mengenai hak asuh anak
atau kesepakatan antara suami isrti lainnya. Yang terpenting adalah isi perjanjiannya
tidak melanggar batas-batas hukum, agama dan kesusilaan. Isi perjanjiannya
kemudian hari bisa dirubah apabila hal tersebut diatur di dalamnya. Setelah ada
perubahan harus dalam bentuk akta notaris juga dan dicatatkan pada catatan
sipil.
Ada banyak alasan
kenapa sepasang calon pengantin ingin membuat perjanjian pranikah. Kekawatiran
akan terjadinya perceraian menjadi alasan utama, apalagi melihat begitu
mudahnya suami istri memutuskan bercerai saat ini. Ada juga yang ingin
melindungi hartanya karena merasa memiliki pendapatan yang lebih besar dari
pasangannya.
Alasan lainnya juga untuk menghindari resiko pekerjaan berdampak
buruk pada pasangan. Misalnya si suami bekerja di bidang yang beresiko tinggi
di financial, maka perjanjian pranikah ini bisa melindungi istri apabila suami
mengalami kerugian financial. Penting atau tidaknya perjanjian pranikah
sebenarnya balik lagi ke calon pengantin.
Reference
UU No 1 Tahun 1974
Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia
disatu sisi biar meski sudah menikahpun ada 'pengingat' agar tidak saling semena2 pada pasangan saya kira :)
ReplyDeleteIya :) kan kesepakatannya bisa apa aja, kl memang perlu materi KDRT dan penbagian tugas jg bs dimasukkan
Deletesaya tidak sepaham dengan perjanjian ini..
ReplyDeletekarena bukankah jika seoarng yang mau menikah itu sudah saling percaya dan terbuka satu sama lain jadi urusan harta saya rasa tidak perlunya dipersoalkan sampe segitunya :)
kalau masalah pembagian harta jika bercerai bukankah sudah ada aturannya.
memang sih, masalah penting atau gak penting ya kembali lagi ke pasangan yang akan menikah itu
Deleteaku pernah baca katanya kl dari awal aja udah bikin perjanjian pra nikah berarti ngarep cerai di kemudian hari... Tapi bener, perlu enggak perlu balik ke masing2 pasangan tentunya.
ReplyDeletekalau menurutku sih gak ngarep cerai ya, apalagi isi perjanjiannya kan gak selalu tentang kekayaan, bisa aja tentang jadwal cuci piring antara suami istri hahaha
DeleteEww nikah emang enak nyesel aku? Kenapa gak dari dulu..
ReplyDeletehaha.. dulu bikin perjanjian pra nikah gak?
Delete